Minggu, 17 November 2019

Aku, Sang Korban Bullying

Bullying. 
Mendengar kata ini justru membuat sebagian orang merasa trauma. Sakit hati dan tertekan dan takut.
Sama halnya dengan saya sendiri. Mendengar kata itu membuat saya ingin menangis. Saya mengerti setelah saya sekarang berusia 27 tahun, bahwa bullying itu memiliki dampak negatif bagi korban. Dan saya? Saya adalah korban. Dulu saat masih duduk di bangku SMP dan SMA, saya banyak mengalami hal-hal menyakitkan di sekolah, dan bahkan pernah enggan pergi sekolah dan pernah terlintas untuk bunuh diri. Kekuatan saya saat itu adalah, kedepannya saya harus tunjukan bahwa hidup saya jauh lebih berharga dan berarti dan jauh lebih bahagia dari kalian semua. 

(Note: Tidak semua teman SMP dan SMA saya melakukan bullying terhadap saya, namun itu merupakan sebagian besar dari mereka)

Sejak kecil hingga tamat sekolah dasar, hidup saya sangat membahagiakan dengan banyak teman2 di sekeliling saya tanpa menilai bagaimana saya. Kenapa saya dibully? Jawabannya adalah karena dulu gigi depan saya gingsul satu di atas, dan memang beberapa gigi ikut berantakan. Saya juga tidak cantik, namun saya rajin dan sopan. Bagaimana saya dibully? dulu pas SMP kelas 2. Di kelas isinya mayoritas anak2 nakal, yang suka kabur kalo guru masuk kelas, yang suka berpakaian tidak benar, yang mulutnya seperti sampah, mayoritas mereka membully saya sedemikian rupa. Apakah saya punya teman? Ada. Tapi mereka bahkan tidak mau berteman dengan saya ketika saya dibully.
Dilempar kapur, dijambak, dihina secara ucapan, semuanya meninggalkan bekas hingga saat ini.
Puncaknya pas SMA kelas 2 juga, banyak di bully. Saya pikir dengan bertambahnya usia, dan jenjang pendidikan, mulut seseorang dan sikap seseorang bisa berubah menjadi lebih baik. Ternyata tidak. Saya tidak akan melupakan hal kecil apapun yang menyakitkan hati saya. Dulu pas pulang sekolah bisanya nangis, kepala di bawah dan kaki di atas, katanya kalo kita sedih dan pengen nangis kalo posisi kita begitu, air mata tidak keluar, tapi kenyataannya tetep keluar kok. Dan kebetulan dulu ibu saya melihat saya menangis, dengan dada sesak, saya bertanya kepada ibu saya "Ma, aku jelek banget ya? aku udah ga mau sekolah ma, banyak teman2 menghina gigi aku ma".

Ibu hanya memeluk saya. Dada saya terasa panas dan sesak. Saya tau apa yang ibu rasakan, beliau juga tidak dapat berkata apa2, hanya terlihat tegar namun pasti sedih. 


Sampai suatu hari, ibu mengumpulkan uang untuk membawaku ke dokter gigi. Aku pasang behel di rahang atas saja, karena memang yg rahang atas giginya gak karuan. Saya sangat ingat, dulu tahun 2012 ibu membawa saya ke rumah sakit hanya dengan uang 1,5juta saja. 

Btw, saya lulus SMA tahun 2011 ya. Dan 2012 saat itu saya udah kuliah. 

Pasang behel atas sampai 3 tahun dan akhirnya tahun 2014 dilepas. 

Apakah penderitaan berakhir? Iya. Selama saya kuliah, teman2 saya sangat baik, mereka tidak menilai fisik. Saya sangat senang. 

Namun gigi atas rapih hanya 1 tahun saja, selebihnya mulai bergeser ke tempat semula, dan tahun 2018 saya pasang lagi atas bawah dengan biaya 5,6 juta, di klinik gigi yang lumayan terkenal di daerah Jelambar. Saya lulus kuliah tahun 2014 dan selama dari 2014-sekarang saya bekerja. Jadi mulai bisa mengumpulkan uang sendiri untuk merubah bentuk gigi. Hingga sekarang udah ada 6 gigi yang dicabut dan udah mulai PD kalo mau ngomong dan cerita2. 

Bagaimana kehidupan saya sekarang? Saya hidup lebih baik, dan bisa menikmati kehidupan dengan sangat baik, namun tetap saja, saya tidak akan pernah datang untuk reuni SMP atau SMA. Kedua masa itu terlalu banyak memberikan kenangan buruk dan pengalaman menyakitkan. Mungkin beberapa dari kalian akan berpikir "Kok sombong banget jadi orang", "Jadi orang kok dendaman". Hehe, terserah apa yang akan kalian bilang, kalian tidak akan tau rasanya dihina dan disakiti dengan berbagai macam kalimat yang masih saya ingat dengan jelas. Keadaan saya sekarang jauh lebih baik, dan bisa dibilang lumayan cantik dengan perubahan gigi yang saya alami. 

Sekarang, usia saya sudah 27 tahun. Apa yang berubah dari saya? banyak. Bukan fisik. Melainkan cara pikir dan cara pandang terhadap seseorang, penilaian terhadap seseorang dan pikiran saya terhadap orang2. Bisa dibilang mungkin karena terlalu dalam sakit hati, trauma dan takut.
Saya lebih suka dengan dunia saya sendiri, menciptakan kenangan indah sendiri, dan cenderung menganggap orang lain mneyebalkan dan merepotkan dan membenci. Saya selalu berpikir, ketika ada orang yang ingin minta tolong kepada saya, saya tidak memiliki rasa simpati dan empati, terkesan cuek, dan tidak mau tau, dipikiran saya, hanya ada kalimat "kamu minta tolong sama saya? saya aja dulu minta tolong ga ada yg bantu tolong, bagaimana keadaan saya saat itu juga orang gak mau tau"

Saya jahat? Tidak tau. Saya bersikap begitu hanya sebagai perlindungan diri, kalau2 orang menyakiti saya duluan, mendingan saya duluan yang menyakiti. Perasaan takut disakiti, membuat saya menjadi pribadi yang jauh lebih kasar, suka berpikiran buruk dan sering menilai buruk orang lain, ketika orang lain melakukan hal baik kepada saya, saya selalu berpikir "maksudnya apa? dia punya niat apa? aku gak mau dinilai bodoh dan bego, kamu harus tau siapa aku sekarang".

Apa yang akan saya lakukan jika saya kedepannya menikah dan punya anak? tentu saja saya akan mengajarkan hal-hal baik, dan mengajarkan untuk saling menghargai orang lain. Orang lain mungkin punya kekurangan, tapi jangan menghina dan jangan memaki, mereka pun tidak meminta untuk dilahirkan dengan kekurangan. Saya bukan orang yang sempurna, tapi saya ingin mengajarkan sesuatu yg baik untuk anak saya, supaya dia hidup lebih manusiawi dan bisa memanusiakan manusia.
Sekian cerita dari saya, terima kasih banyak atas waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar