Jumat, 25 April 2014

Contoh Kasus Carding & Penanggulangannya

Contoh Kasus Carding & Penanggulangannya

 
 Informasi dijual kepada geng kriminal yang menyalahgunakan untuk online penipuan. Sesungguhnya, sebagai media komunikasi yang baru, internet memberikan sejuta manfaat dan kemudahan kepada pemakainya. Namun internet juga mengundang ekses negatif, dalam berbagai tindak kejahatan yang mengglobal. Misalnya, tindak penyebaran produk pornorgrafi, pedofilia, perjudian, sampah (spam), bermacam virus, sabotase, dan aneka penipuan, seperti carding, phising, spamming, dll. Yang gawat, nama negara terseret karenanya. Sumber : bigswamp. Contoh kasus kejahatan carding : 
Kasus : Kasus Carding – Kartu Kredit Polisi Mabes Kena Sikat Reporter: Ni Ketut Susrini detikcom – Jakarta. Kejahatan memang tak pandang bulu, terlebih kejahatan di internet. Di dunia maya ini, Polisi dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pun kebobolan kartu kredit. Brigjen Pol Gorries Mere, yang saat ini menyandang jabatan Direktur IV Narkoba Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, dikabarkan menjadi korban kasus carding. Sampai berita ini diturunkan, Gorries Mere tidak berhasil dihubungi untuk diminta konfirmasinya. Ketika dikonfirmasi ke Setiadi, Penyidik di Unit Cybercrime Mabes Polri, pihaknya membenarkan hal itu. “Memang ada laporan kalau pak Gorries Mere menjadi korban carding. Tapi saya belum lihat detil laporannya di e-mail saya,” kata Setiadi kepada detikcom, Minggu (27/3/2005). Menurut Setiadi, kejadiaannya berlangsung melalui warung internet di Semarang, Jawa Tengah. Dan kasus ini sudah ditangani oleh Poltabes Semarang. Tapi dia tidak menceritakan lebih lengkap, dengan alasan untuk melindungi informasi yang akan digunakan dalam penyidikan. Selain itu, Setiadi mengaku bahwa pihaknya masih harus mengonfirmasikan hal tersebut dengan penyidik dari Poltabes Semarang. Keterangan dari sumber yang dekat dengan Mabes Polri mengatakan, kartu kredit Gorries Mere diperkirakan telah digunakan sebanyak Rp 10 juta. Kejahatan carding bermodus memanfaatkan kartu kredit orang lain untuk berbelanja di internet. Korbannya memang bisa siapa saja, selama memiliki dan menggunakan kartu kredit. Apa yang dialami Gorries Mere membuktikan bahwa seorang aparat keamanan sekali pun, tidak bisa berkelit dari hal ini. Selama ini, kejahatan carding memang telah merajalela di Indonesia. Hal ini malah mengantar Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus carding terbanyak di dunia. Tidak hanya sampai disitu, perusahaan pembayaran online internasional, Paypal, bahkan tidak menerima segala macam kartu kredit asal Indonesia untuk bertransaksi di internet. Meski kondisinya sudah sedemikian parah, tidak ada kasus carding yang berhasil diseret ke pengadilan. Tidak hanya itu, undang-undang untuk menindak hal ini pun tak kunjung diresmikan. Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sudah berumur empat tahun dari sejak dirumuskan.
Penyalahgunaan kartu kredit termasuk kejahatan yang sangat sulit ditanggulangi, karena hukum di Indonesia belum ada yang khusus mengatur hukuman terhadap kejahatan ini. Tak lain dan tak bukan dari kita lah yang harus dituntut untuk lebih waspada dan selektif dalam melakukan transaksi yang sifatnya online, karena kita tidak bisa menjamin bahwa suatu system yang dibuat oleh suatu perusahaan terkenal adalah aman, bisa saja ada factor x yang bisa membuka celah keamanan itu, misalnya orang dalam. 
            Beberapa contoh ilustrasi dan kasus carding/fraud : Nilai kerugian fraud kartu kredit mencapai Rp 16, 72 miliar Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) terbaru per April 2010, nilai kerugian kartu atas fraud kartu kredit mencapai Rp 16,72 miliar.
      
      Kepala Biro Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo menerangkan bahwa total nilai kerugian tersebut terdiri dari enam kasus fraud kartu kredit, yaitu pemalsuan kartu, kartu hilang atau dicuri, kartu tidak diterima, CardNot Present (CNP), fraud aplikasi, dan kasus fraud lain-lain. “Terkait fraud ini, BI telah melakukan sosialisasi mengenai mitigasi fraud dan selalu menekankan agar nasabah berhati-hati,” katanya.
 
                       Sejak Januari hingga April 2010, total kasus fraud tercatat sebanyak 2.829 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp 16,72 miliar. Adapun untuk volume transaksi kartu kredit mencapai 62,9 juta transaksi dengan nilai Rp 49,85 triliun.
             Untuk jumlah kartu beredar sendiri tercatat sebanyak 12,61 juta kartu. Manajer Umum Kartu Kredit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Muhammad Helmi mengatakan bahwa khusus bulan April 2010, jumlah kasus fraud kartu kredit mencapai 701 kasus.
    
           Perinciannya, sebanyak 255 kasus kartu palsu, 31 kasus kartu hilang atau dicuri, 21 kasus kartu tidak diterima, 117 kasus card not present (CNP), dan 277 kasus fraud aplikasi. Jumlah kasus tersebut bertambah dibandingkan kasus akhir Maret 2010 yang hanya 221 kasus. Meskipun jumlah kasus naik, nilai kerugian tercatat mengalami penurunan. Per April 2010, nilai kerugian sebesar Rp 3,04 miliar atau turun 45,32% dibandingkan akhir Maret 2010 yang mencapai Rp 5,56 miliar.
            Saat ini, fraud kartu kredit yang berkaitan dengan teknologi sudah mulai berkurang. “Modusnya kebanyakan berupa penipuan konvensional atau fraud aplikasi,” katanya. Bukan saja termasuk dalam negara yang terkorup di dunia, Indonesia terkenal pula sebagai negara ‘carder’ (menduduki urutan 2 setelah Ukraina (ClearCommerce). Carder adalah penjahat di internet yang membeli barang di toko maya (online shoping) dengan memakai kartu kredit milik orang lain. Dibanding dengan negara – negara maju atau negara – negara di asia bahkan di wilayah negara di Asia Tenggara saja sekalipun Indonesia tergolong negara yang jumlah pengguna internetnya masih rendah(8%), namun memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Di kalangan pengguna internet dunia, pengguna internet Indonesia masuk dalam ”blacklist” di sejumlah online shopping ternama, seperti ebay.com dan amazon.com.
       Tak jarang kartu kredit asal Indonesia diawasi bahkan diblokir, kartu kredit pada umumnya digunakan untuk pemesanan online penerbangan dan tiket kereta api dan untuk transaksi e-commerce lain. Meskipun sebagian besar situs e-commerce telah menerapkan langkah-langkah keamanan yang kuat (seperti sebagai SSL, server web aman dll), kasus penipuan kartu kredit terus saja meningkat. Skenario Korban informasi kartu kredit yang dicuri dan disalahgunakan untuk membuat pembelian online (e.g. maskapai tiket, perangkat lunak, berlangganan porno website dll).
       Modus operand Skenario : Para tersangka akan menginstal keyloggers di komputer publik (seperti cyber kafe, airport lounges dll) atau komputer korban. Korban yang tidak menyadari bahwa komputer yang sedang dia gunakan telah terinfeksi ini, akan menggunakan komputer untuk melakukan transaksi online. Kemudian Informasi kartu kredit korban akan diemail ke tersangka. Skenario 2: Bensin pompa pembantu, pekerja di gerai ritel, hotel, dll pelayan mencatat informasi kartu kredit yang digunakan untuk membuat pembayaran pada pendirian ini. 
Cara Penanggulangan Kejahatan Carding
Meskipun dalam knyataanya untuk penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak sebagaimana kasus-kasus biasa secara konvensional tetapi untuk penanggulanganya harus tetap di lakukan. Hal ini di maksudkan agar ruang gerak pelaku carding dapat dipersempit. Berikut adalah beberapa metode yang biasa digunakan pelaku carding:
1.     Extrapolasi
Seperti yang diketahui, 16 digit nomor kartu kredit memiliki pola algoritma tertentu. Extrapolasi dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai kartu master, sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lain yang nantinya digunakan untuk bertransaksi. Namun, metode ini bisa dibilang sudah kadaluwarsa, dikarenakan berkembangnya piranti pengaman dewasa ini.
2.     Hacking
Pembajakan metode ini dilakukan dengan membobol sebuah website toko yang memiliki sistem pengaman yang lemah. Seorang hacker akan meng-hack suatu website toko, untuk kemudian mengambil data pelanggannya. Carding dengan metode ini selain merugikan pengguna kartu kredit, juga akan merugikan toko tersebut karena image-nya akan rusak, sehingga pelanggan akan memilih berbelanja di tempat lain yang lebih aman.
3.     Sniffer
Metode ini dilakukan dengan mengendus dan merekam transaksi yang dilakukan oleh seorang pengguna kartu kredit dengan menggunakan software. Hal ini bisa dilakukan hanya dalam satu jaringan yang sama, seperti di warnet atau hotspot area. Pelaku menggunakan software sniffer untuk menyadap transaksi yang dilakukan seseorang yang berada di satu jaringan yang sama, sehingga pelaku akan memperoleh semua data yang diperlukan untuk selanjutnya melakukan carding. Pencegahan metode ini adalah website e-commerce akan menerapkan sistem SSL (Secure Socket Layer) yang berfungsi mengkodekan database dari pelanggan.
4.     Phising
Pelaku carding akan mengirim email secara acak dan massal atas nama suatu instansi seperti bank, toko, atau penyedia layanan jasa, yang berisikan pemberitahuan dan ajakan untuk login ke situs instansi tersebut. Namun situs yang diberitahukan bukanlah situs asli, melainkan situs yang dibuat sangat mirip dengan situs aslinya. Selanjutnya korban biasa diminta mengisi database di situs tersebut. Metode ini adalah metode paling berbahaya, karena sang pembajak dapat mendapatkan informasi lengkap dari si pengguna kartu kredit itu sendiri. Informasi yang didapat tidak hanya nama pengguna dan nomor kartu kreditnya, namun juga tanggal lahir, nomor identitas, tanggal kadaluwarsa kartu kredit, bahkan tinggi dan berat badan jika si pelaku carding menginginkannya.
 sumber : http://tugasetika5b.blogspot.com/2013/05/contoh-kasus-carding-penanggulangannya.html

Jenis - jenis CARDING dan Antisipasi kejahatan CARDING

  Pada dasarnya, ada dua jenis model transaksi yang rawan terjadi pencurian informasi kartu kredit (carding), antara lain:

1.   Card present 

Transaksi dengan menggunakan fisik kartu dengan menggunakan mesin EDC (“Electronic Data Capture”) pada merchant (misalnya toko atau hotel).

 
Pada jenis transaksi card present, pelaku mendapatkan informasi kartu kredit korbannya dengan teknik skimming menggunakan card skimmer. Card skimmer adalah alat yang mampu merekam data/informasi pada kartu kredit. Karena ukuran alatnya cukup kecil, biasanya pelaku menyembunyikan alat tersebut di bawah meja kasir. Pelaku mengambil data-data kartu kredit korbannya dengan cara menggesekkan kartu kredit pada card skimmer sesaat setelah dilakukan transaksi pada mesin EDC.
 
2.     Card not-present. Transaksi tanpa menggunakan fisik kartu yang dilakukan secara online melalui internet atau melalui telepon (mail order).
 
Transaksi ini lebih berisiko karena transaksi dilakukan tanpa menggunakan fisik kartu. Pelaku juga lebih mudah untuk mendapatkan data-data kartu kredit korbannya tanpa menggunakan alat tertentu. Teknik yang umum digunakan di antaranya adalah phishing dan hacking. Phishing dilakukan dengan cara menyamar menjadi pihak yang dapat dipercaya atau seolah-oleh merupakan pihak yang sesungguhnya untuk mendapatkan informasi kartu kredit dari korbannya. Contohnya dengan meminta verifikasi informasi kartu kredit melalui e-mail atau telepon dan mengaku sebagai petugas bank. Teknik lainnya adalah hacking yaitu dilakukan dengan cara mengeksploitasi celah keamanan pada suatu website e-commerce pada layer database untuk mendapatkan data-data kartu kredit pelanggan website tersebut.
 
Pelaku carding (khususnya pada jenis card not-present) bisa berada di wilayah yurisdiksi negara manapun. Konsep yurisdiksi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) memberlakukan UU tersebut untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia (pasal 2 UU ITE).
 
Cara penyidik mencari identitas pelaku yang berada di luar yurisdiksi wilayah negara Indonesia dapat dilakukan melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (“MLA”) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. MLA memungkinkan Aparat penegak Hukum (“APH”) antarnegara bekerja sama dalam rangka permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta. Sampai saat ini, Indonesia baru melakukan empat perjanjian bilateral dalam hal bantuan hukum timbal balik ini, yakni dengan Australia, Cina, Republik Korea, dan Hong Kong.
 
  
Antisipasi Carding
Ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mengantisipasi tindak kejahatan carding:
1.    Jika Anda bertransaksi di toko, restoran, atau hotel menggunakan kartu kredit pastikan Anda mengetahui bahwa kartu kredit hanya digesek pada mesin EDC yang dapat Anda lihat secara langsung.
2.    Jika Anda melakukan transaksi belanja atau reservasi hotel secara online, pastikan bahwa website tersebut aman dengan dilengkapi teknologi enskripsi data (https) serta memiliki reputasi yang bagus. Ada baiknya juga jika Anda tidak melakukan transaksi online pada area hotspot karena pada area tersebut rawan terjadinya intersepsi data.
3.    Jangan sekali-kali Anda memberikan informasi terkait kartu kredit Anda berikut identitas Anda kepada pihak manapun sekalipun hal tersebut ditanyakan oleh pihak yang mengaku sebagai petugas bank. 
4.    Simpanlah surat tagihan kartu kredit yang dikirim oleh pihak bank setiap bulannya atau jika Anda ingin membuangnya maka sebaiknya hancurkan terlebih dahulu menggunakan alat penghancur kertas (paper shredder). Surat tagihan memuat informasi berharga kartu kredit Anda.
5.    Jika Anda menerima tagihan pembayaran atas transaksi yang tidak pernah Anda lakukan maka segera laporkan kepada pihak bank penerbit untuk dilakukan investigasi.

sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50fed8ebcbd7d/langkah-langkah-agar-terhindar-kejahatan-carding

Pengertian Carding

 
curi

Pengertian Carding

Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet.
Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.
Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia.
Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.
Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan.
Kejahatan carding mempunyai dua ruang lingkup, nasional dan transnasional. Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya dalam lingkup satu negara. Transnasional adalah pelaku carding melakukkannya melewati batas negara. Berdasarkan karakteristik perbedaan tersebut untuk penegakan hukumnya tidak bisa dilakukan secara tradisional, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan hukum tersendiri.
Sifat carding secara umum adalah non-violence  kekacauan  yang ditimbulkan tidak terlihat secara langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat besar. Karena carding merupakan salah satu dari kejahatan cybercrime berdasarkan aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat menggunakan no rekening orang lain untuk belanja secara online demi memperkaya diri sendiri. Yang sebelumnya tentu pelaku (carder) sudah mencuri no rekening dari korban.


sumber : http://kejahatanduniacyber.wordpress.com/pembahasan/cyber-crime/